HAM di Papua Tidak ada Perubahan

Situasi HAM di Papua Tidak ada Perubahan

Aparat militer di Papua menangkap dua anggotanya berkaitan dengan kasus penembakan warga sipil Januari lalu. Militer sudah lama dituduh atas serangkaian pelanggaran hak azasi manusia di Papua, tapi penahanan anggotanya jarang sekali dilakukan. Bagaimana sebenarnya situasi HAM di Papua? Apakah pelanggaran HAM masih berjalan terus? Berikut wawancara Radio Nederland Wereldomroep dengan Aloysius Renwarin, Direktur Elsham Papua.

Aloysius Renwarin [AR]: Hak azasi manusia pada saat pelaksanaan opsus sejak tahun 2001 ini, sebenarnya tidak ada perubahan, sebab di sana-sini terjadi pelanggaran hak azasi manusia. Misalnya tahun lalu kurang lebih ada sekitar enam orang yang tertembak di Papua, di daerah pegunungan tengah ada di Jayapura dan di Puncak Jaya.
Dan kembali pada awal tahun ini juga, pada bulan Januari kemarin terjadi penembakan warga sipil pada tanggal 31 Januari di desa Nambut di kabupaten Puncak Jaya, mengakibatkan seorang meninggal atas nama Omanggen Wonda, 25 tahun. Hingga kini ini lagi diusut oleh aparat militer untuk dibawa ke pengadilan militer. Sebenarnya ini
kan terjadi pelanggaran hak azasi manusia. Biarlah Komnas HAM dari Jakarta melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut.


Tidak Ada Hasilnya

Radio Nederland Wereldomroep [RNW]: Jadi pelanggaran HAM masih berjalan terus?


AR: Ya, kalau lihat dari eskalasi pelanggaran HAM pasca reformasi ini, Indonesia sama saja. Waktu zaman Soeharto terjadi berbagai pelanggaran HAM, di era reformasi ini terjadi pelanggaran HAM apalagi daerah otonomi khusus dengan menghargai nilai-nilai hak azasi manusia ternyata di sana-sini selalu bunyi ledakan bedil, masih makan korban bagi rakyat sipil.


RNW: Menurut anda bagaimana p! enyelesaian pelanggaran HAM di Papua?

AR: Sebenarnya kasus-kasus yang sudah dibawa ke pengadilan HAM misalnya kasus Abepura, itu tidak membuahkan hasil. Para pelaku pelanggaran HAM kasus Abepura itu, tahun 2000 dibawa ke Pengadilan HAM di kota Makassar. Malah para pelakunya semuanya bebas. Dua kasus besar di Papua di era reformasi ini, kasus Wondiboi di daerah Manokwari dan kedua kasus Wamena berdarah, itu sudah dibawa ke Pengadilan Kejaksaan Agung hingga kini belum dibawa ke pengadilan hak azasi manusia.

Jadi saya lihat tidak ada iktikad baik dari pemerintah Indonesia, untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua, kendatipun telah ada undang-undang HAM, maupun undang-undang pengadilan HAM tidak bisa menyeret para pelaku kejahatan kemanusiaan ini ke pengadilan hak azasi manusia.


Peluang Konflik Makin Besar

RNW: Apakah anda masih optimis pelanggaran HAM di Papua, bisa diselesaikan?

AR: Kalau dilihat dengan kondisi Papua, realita beberapa minggu atau beberapa bulan terakhir ini kan membuka ruang konflik semakin besar, misalnya dengan pemekaran-pemekaran Papua menjadi tiga provinsi baru akan bertambah, selain ada dua provinsi Irian Jaya Barat dan Papua. Juga terjadi kelompok pro dan kontra. Ini akan mengakibatkan berbagai eskalasi pelanggaran hak azasi manusia akan tetap naik, di mana ada yang mendukung pemekaran, ada yang menolak dan mengabaikan amanat undang-undang 21 itu, sehingga kalau dilihat pelaksanaan otsus Papua ini sudah tidak ada gigi lagi. Sehingga peluang konflik semakin besar di Papua dan pasti akan terjadi pelanggaran hak azasi manusia.

RNW: Hari ini dua militer ditangkap di Papua berkaitan dengan kasus penembakan Januari lalu. Melihat tertangkapnya dua militer itu apakah menurut anda ini merupakan awal dari penyelesaian pelanggaran HAM?

AR: Sebenarnya tertangkap dua anggota militer kan penyelesaian terhadap pidana militer. Yang diinginkan oleh rakyat Papua adalah berbagai kasus pelanggaran HAM yang telah dilaporkan misalnya ke Kejaksaan Agung kasus Wasior, kasus di Manokwari.

Kedua kasus di Wamena itu diungkapkan sehingga kasus yang ada sekarang, penembakan atas nama Omanggen Wonda itu dibawa ke pengadilan militer. Pengadilan Militer akan membuat ruang lingkup. Pelanggaran hak azasi manusia ini susah diungkapkan. Kalau TNI yang melakukan, oknum akan diadili, pribadi orang akan diadili, anggota militer itu akan diadili di Mahkamah militer, sehingga tidak membuka penegakan hak azasi manusia dan pembelajaran hukum dan hak azasi manusia bagi rakyat Papua.

RNW: Tapi melihat tertangkapnya dua militer itu, apakah menurut anda tentara serius menindak pelanggar-pelanggar HAM?
AR: Ya, saya pikir di era reformasi, TNI di Papua mulai membenahi diri dan bisa melakukan, apalagi seorang panglima bisa memerintahkan menangkap dua anak buah untuk melalui proses hukum. Saya kira itu hal yang kita bisa ajukan jempol. Masih banyak kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum diselesaikan sehingga ini
kan tanggung jawab negara untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Baik ke pengadilan hak azasi manusia atau ke pengadilan sipil yang lain.


RNW: Kalau melihat situasi HAM sekarang, apa harapan anda untuk Papua?

AR: Saya kira yang bisa menyelesaikan Papua kan lewat dialog antara Jakarta dan Papua. Sebab sumber daya alam ini kan digerogoti tanpa ada kompromi dengan rakyat. Sejak awal masuknya NKRI di Tanah Papua, misalnya kasus Freeport juga kasus-kasus lain, sudah saatnya sekarang dialog. Kedua melakukan rekonsiliasi dan ketiga bisa menyelesaikan kasus-kasus HAM.

Source: Radio Nederland Wereldomroep


" Salam kompak selalu "